Pendekatan Sistem Menurut David Easton

Pada umumnya yang disepakati oleh banyak ilmuan politik terkait pendekatan yang digunakan dalam ilmu politik adalah pendekatan institusi atau pendekatan kelembagaan. Kemudian dalam perkembangannya, terdapat banyak kritikan terhadap pendekatan tersebut, diantaranya adalah pemaparannya yang terlalu deskriptif, tidak berbicara mengenai aktor atau individu, tidak berhasil dalam menyusun sebuah teori, dan terkesan metodolognya kurang ilmiah. Akibat kelemahan dan kritikan-kritikan tersebut yang diimbangi oleh fase ilmu pengetahuan yang menekankan aspek positifis—diambil dari konsep ilmu alam—yang terjadi pada awal abad ke-20, rupannya sedikit banyak juga telah mempengaruhi perkembangan pendekatan dalam ilmu politik ke arah konsep yang lebih baik.
            Karakteristik ilmu alam dan metodologi positifis yang menekankan sebuah ilmu pengetahuan itu harus mampu menghasilkan teori, mempunyai setidaknya satu objek khusus dalam penelitiannya, dan ada kerunutan dalam metodologi penelitiannya, telah banyak mempengaruhi ilmu politik untuk merevisi pendekatan yang lama dan mulai membangun pendekatannya yang baru (dipengaruhi nilai-nilai positifis tadi). Titik lecut yang sering kita pahami terkait awal kemunculan hal tersebut adalah pascaterjadinya perang dunia ke-2 yang melahirkan banyak fenomena baru dalam perpolitikan yang belum sepenuhnya dapat dipahami, atau dalam kata lain ternyata pendekatan institusional sudah mulai tidak relevan lagi untuk digunakan sebab fenomena sosial politik pada saat itu juga sudah sangat kompleks.
            Dari peristiwa perang dunia ke-2 itulah, kemudian muncul pendekatan atau teori baru dalam ilmu politik yang kita kenal dengan teori atau pendekatan sistem dengan tokoh terkenalnya David Easton dan Gabriel Almond. Secara singkat, teori sistem ini menurut Easton seperti sebuah organisme yang terinspirasi dari organisme yang ada dalam ilmu alam dengan menyederhanakan suatu proses-proses yang terjadi di dalamnya. Inilah salah satu keunggulan dalam teori sistem yang dikemukakan oleh Easton, yaitu memudahkan dan menyederhanakan kita untuk memahami fenomena politik dari sudut pandang sebuah organisme dan tidak lagi serumit sebelumnya.[1] Arti organisme ini sering disamakan juga dengan bagian-bagian tubuh dalam manusia yang apabila terjadi penurunan kerja atau kerusakan dalam sebuah bagian tubuh, maka akan mempengaruhi bagian tubuh dan kerja tubuh secara keseluruhan, disinilah proses saling mempengaruhi terjadi, lebih dari sekedar konsep keseimbangan seperti yang banyak diungkapkkan sebelumnya oleh ilmuan-ilmuan sosiologi.
Sistem dalam pembahasan ini didefinisikan sebagai jalinan unsur-unsur yang dari setiap unsur tersebut memiliki fungsi dan satu kesatuan tersebut melakukan fungsi utama. Asumsi ini dalam kehidupan berpolitik dikatakan bahwa negara, masyarakat, dan individu adalah sebuah sistem, dan kesatuan itu semua adalah satu batang tubuh yang saling mempengaruhi dan punya tujuan utama. Sistem politik merupakan bagian dari ilmu politik, karena memberikan perhatian kepada pembuatan keputusan tentang alokasi sumber daya kekuasaan.[2] Sedangkan teori sistem ini menurut Gabriel Almond, dimakanai bahwa dalam setiap sistem terdapat struktur, dan setiap struktur memiliki fungsi. Dari melihat definisi tersebut jelas bahwa Almond rupanya juga banyak terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Easton, jadi sifat teori yang dikemukakan oleh Almond lebih kepada penambahan atau revisi terhadap teori sistem sebelumnya.
Menurut Almond terdapat enam elemen struktur di dalam sebuah negara, yaitu birokrasi, lembaga-lembaga trias politika (legislatif, yudikatif, dan eksekutif), pengadilan, partai-partai politik, dan kelompok kepentingan. Sedangkan tambahan Almond terhadap teori sistem yang dikemukakan oleh Easton diantaranya, (1) sistem itu harus memiliki kapabilitas, yaitu kapabilitas ekstraktif atau kemampuan negara untuk mengelola sumber daya yang ada, kapabilitas regulatif atau kemampuan negara untuk mengatur tingkah laku warga negaranya, kapabilitas distributif atau kemampuan negara untuk mengatur kebutuhan-kebutuhan warga negaranya, kapabilitas simbolik atau kemampuan negara untuk memperlihatkan kekuasaan yang ada padanya, dan kapabilitas yang terakhir adalah kapabilitas domestik dan internasional. (2) adaya budaya politik dalam sebuah sistem, dan (3) merincikan kembali fungsi input dan output.
Pembahasan selanjutnya adalah fokus terhadap analisa sistem dari Easton. David Easton adalah ilmuan politik pertama yang mengembangkan kerangka pendekatan analisa sistem pada kajian ilmu politik. Walaupun menjadikan sistem politik sebagai dasar analisanya, bidang penelitian utamanya adalah perilaku intra sistem dari berbagai sistem dan pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan konstruktifis. Menurut Easton, di luar dan di balik sistem politik terdapat sistem-sistem lain atau lingkungan—baik fisik, biologis, sosial, psikologis, dan sebagainya—yang bisa menjadi landasan pembeda antara sistem politik dengan sistem lainnya. Maka titik tekan pembedaan tersebut adalah pembuatan alokasi yang terlindungi dan mengandung otoritas. Dalam membahas sistem politik, Easton memiliki beberapa asumsi yang harus dimiliki oleh orang yang ingin mengembangkan atau belajar ilmu politik terkait teori sistem, salah satunya adalah keharusan untuk melihat sistem politik sebagai sebuah satu kesatuan lebih dari sekedar terkonsentrasi pada solusi masalah-masalah yang terbatas. Teori harus mampu menggabungkan pengetahuan yang reliable dan data yang empiris.[3]
Easton memberlakukan semua sistem politik sebagai sistem yang terbuka maupun yang adaptif dan memusatkan perhatiannya terutama pada studi tentang sifat-sifat perubahan dan transaksi-transaksi yang terjadi diantara suatu sistem politik dan lingkungannya.[4] Keanggotaan dalam sistem ini dapat bertindak bilamana terjadi pengaruh-pengaruh dari sistem atau lingkungan luarnya, dengan demikian sistem politik harus memiliki kemampuan untuk merespon gangguan-gangguan dan oleh karenya dapat menyesuaikan diri dari kondisi-kondisi tersebut. Inilah yang disebut Easton sebagai unsur mekanisme, yaitu kamapuan keanggotaan sistem untuk bekerjasama dengan lingkungan mereka dan untuk mengatur perilakunya sendiri maupun mengubah struktur internalnya. Dengan cara  ini, suatu sistem mimiliki kemampuan untuk mengatasi gangguan-gangguan secara kreatif dan konstruktif.
Lebih lanjut, sistem ini menerima tantangan serta dukungan dari masyarakat, dan diharapkan dapat mengatasi tantangan tersebut denagn cara seperti yang dilakukannya untuk mengatur dirinya sendiri dengan bantuan dukungan yang diterimanya ataupun yang dapat dimanipulasikannya. Tuntutan dan dukungan yang diterima sistem politik dari lingkungan dalam bentuk masukan-masukan (inputs) masuk ke dalam suatu proses konversi dalam sistem, dan kemudian menjadi bentuk out-puts. Hal ini diikuti dengan apa yang disebut feedback mechanism atau mekanisme umpan balik, melalui mekanisme tersebut akibat-akibat dan konsekuaensi-konsekuensi keluaran dikembalikan kepada sistem sebagai keluaran-keluaran.
Masukan terdiri dari (1) tuntutan (demands), dan (2) dukungan (supports). Tuntutan dan dukungan diterima oleh sistem dari masyarakat. Suatu tuntutan menurut Easton merupakan “cermin opini atas suatu hal tertentu yang menghendaki suatu alokasi otoritas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan atau tidak melakukannya”. Bersamaan dengan konsep tuntutan terdapat juga konsep over-load (melampaui batas), yang terjadi baik karena jumlah tuntutan yang sangat banyak maupun sedikit jumlahnya tapi mengandung tuntutan yang sangat banyak. Tuntutan-tuntutan ini sebenarnya bukanlah satu-satunya masukan, sebab dukungan juga terdapat di sana. Suatu sistem politik mendapat dukungan yang besar dari lingkungan, yang bila tidak, secara alamiah sistem tersebut akan mati. Dukungan tersebut bersifat terbuka, dalam bentuk tindakan-tindakan yang secara jelas dan nyata mendukung, dan tertutup, yaitu tindakan-tindakan serta sentiment-sentimen yang mendukung.
Selanjutnya, ada konsep keluaran menurut David Easton yang berupa keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan otoritas. Keluaran seperti menurut Easton tadi tidak saja membantu mempengaruhi peristiwa-peristiwa dalam masyarakat yang lebih luas—di mana sistem tadi merupakan satu bagian—tetapi juga membantu menetukan tiap perputaran masukan yang menemukan jalannya dalam sistem politik. Proses ini digambarkan sebagai suatu ikatan umpan balik (feedback loop) dan merupakan suatu respon penting untuk mendukung tekanan dalam suatu sistem politik.[5] Meski begitu, menururt Easton keluaran beukanlah merupaka titik akhir, sebab keluaran tersebut mengumpan kembali pada sistem dan oleh karenanya membentuk perilaku berikutnya.


[1] Dibahas pula pada perkuliahan Perbandingan Politik, hari selasa tanggal 5 April 2011, pukul 14.00
[2] Bahan bacaan review kuliah Perbandingan Politik, Why politics ? Whay comparative ?, chapter 1, hal. 14
[3] Bahan bacaan review kuliah Perbandingan Politik, Theory of System and State, chapter 5, hal. 146
[4] S P Varma. Teori Politik Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1999. Hal. 279

[5] Ibid., hal. 281

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Pendekatan Sistem Menurut David Easton"

Posting Komentar