Pendekatan Politik Kelembagaaan Baru (Review)
Pendekatan Politik Kelembagaaan Baru[1]
Lembaga dan kelembagaan merupakan salah satu bagian dari Ilmu Politik. Layaknya sebuah ilmu pengetahuan, kelembagaan juga meliputi unsur-unsur seperti metodologi yang khas maupun terdapatnya teori yang mengkaji hal tersebut lebih jauh. Di dalam mempelajari Ilmu Politik ini, terdapat beberapa pendekatan, diantaranya adalah pendekatan kelembagaan atau tradisional dan pendekatan perilaku atau behavioral. Pendekatan kelembagaan memiliki ciri-ciri diantaranya adalah (1) legalisme (sangat terpusat pada hukum dan penerapan hukum yang dipisah pada tata negara).
Ciri selanjutnya dalam pendekatan kelembagaan adalah (2) strukturalisme, menilai bahwa struktur adalah merupakan sesuatu yang penting di dalam ilmu politik serta mempengaruhi perilaku yang ada di dalmmnya, (3) Holisme, pandangan yang melihat sesuatu scara menyeluruh. (4) Historicisme, mempelajari sejarahnya, (5) Analisis normatif, ada nilai di dalmnya. Namun begitu, pendekatan kelembagaan ini memiliki kelemahan, yaitu tidak mampu menghasilkan satu teori besar. Ketidakmampuan inilah yang kemudian menghasilkan pendekatan perilaku (behavioral). Dalam review ini yang akan lebih dibahas adalah terkait kelembagaan dan perbandingannya di dalam kajian Ilmu Politik.
Pascaperang dunia ke dua, di negara-negara barat khusunya Amerika Serikat telah terjadi gelombang penolakan terhadap pendekatan ilmu politik yang berpusat pada individu. Yaitu pendekatan perilaku dan pilihan rasional. Keduanya mengasumsikan bahwa perilaku individu otonomi tidak dibatasi oleh institusi formal dan non-formal, namun berusaha membuat pilihannya sendiri. Dari sejarah singkat yang memperlihatkan bahwa aksi individu itu tetap memiliki banyak kelemahan (menegasikan peran negara dan hanya fokus kepada actor-aktor politiknya saja), lahirlah sebuah pendekatan kelembagaan baru sebagai jawaban permasalahn tersebut. Akhirnya pada tahun 1980an dimulailah masa kesuksesan counter reformasi ini dengan menghasilkan beberapa perhatian yang dulu pernah dilupakan seperti institusi formal dan non-formal pada sektor publik.
Bentuk kelembagaan atau institusi baru ini, merupakan refleksi dari banyak bentuk termasuk tetap memperhatiakn hal-hal dalam pendekatan perilaku sebagai sesuatu yang dapat meemperkaya penjelasan. Meski begitu, upaya reformasi ini belumlah sempurna, masih menyisahkan atau menandakan tensi anatara pendekatan baru dan beberapa pendekatan sebelumnya. Lebih jauh, akan dibicarakan mendalam menenai pendekatan kelembagaan lama dan pendekatan kelembagaan baru. Dengan meemperhatikan ciri-ciri yang terdapat di kedua pendekatan tersebut, lalu melihat permasalahan serta perbaikannya guna menghasilkan pendekatan yang komprehensif, mengandung unsur individualitas dan pilihan rasional, namun juga tidak menegasikan peran negara dan institusi yang ada di dalamnya.
Kehidupan berpolitik sudah dilakukan oleh manusia cukup lama, sebab sikap individu dan nalurinya yang selalu ingin mempertahankan kepentingannya telah membuat kekacauan setidaknya berupa persaingan antar manusia. Untuk itulah kemudian lahir konsepsi kesepakatan bersama untuk hidup membentuk lingkungan dengan sebuah peraturan yang mengikat dan struktur tata pemerintahan sederhana yang telah diberikan kewenangan sebelumnya oleh masyarakat tersebut. Institusi pemerintahan ini menstruktur individu (beserta perilakunya) dan masyarakatnya kepada cita-cita bersama. Kepentingan individu setiap manusianya perlu dikonsensuskan menjadi kepentingan bersama, dan disinilah tergambar bagaimana pentingnya sebuah lembaga formal yang mengatur.
Filosofi politik pertama dimulai dengan mengidentifikasikan dan menganalisis keberhasilan lembaga-lembaga dalam pemerintahan, lalu kemudian membuat rekomendasi bentuk institusi lain berdasarkan yang telah diobservasi sebelumnya (lihat Aristoteles, 1996). Meskipun rekomendasi tersebut hampir seluruhnya dalam hubungan normatif, rekomendasi tersebut mengkonstitusikan untuk memulai ilmu politik melalui analisis institusi yang sistemik dan dampaknya pada masyarakat. Perjalanan pendekatan ini dalam sejarahnya bisa dikatakan cukup panjang. Misalnya seorang pemikir politik seperti Althusius (John of Salisbury), berusaha untuk mengkarakterkan peran institusi pemerintah di dalam masyaakat yang lebih luas.
Thomas Hobbes hidup di Inggris di masa kehidupan berpolitik yang sedang terpuruk akibat perang sipil yang terjadi, dan akhirnya ia berfikir bahwa diperlukan sebuah lembaga atau institusi yang kuat untuk melindungi kemanusiaan dari insting manusia yang jahat pada dasarnya. Begitu juga dengan John Locke, ia berusaha membangun sesuatu yang lebih dari konsepsi kontrak sosial institusi publik dan mulai melakukan pembagian struktur demokrasi. Saat ini, beberapa abad dari kehidupan para pemikir politik di atas, kita mulai melihat bahwa ilmu politik telah memulai pada fasenya yang berbeda sebagai disiplin akademis. Maka setelah fase panjang sebelumnya seperti di masa kehidupan Hobbes dan Locke, dapat disimpulkan bahwa ilmu politik terbangun dari komponen-komponen seperti sejarah atau mungkin filosofi moral yang merefleksikan kehidupan masyarakat saat itu. Akhirnya memasuki abad ke 20, di ilmu politik sudah meliputi aspek dan komponen formal pemerintahan, seperti hukum dan sistem pemerintahan.
Pendekatan kelembagaan lama, telah membangun sebuah kesatuan yang penting bagi para sarjana. Meskipun kritik terus mengalir dan pendekatan lama ini kian ditinggalkan, setidaknya telah memberikan kontribusi yang besar dalam kajian ilmu-ilmu sosial lainnya, tidak hanya bagi ilmu politik. Selanjutnya, untuk memahami pendekatan kelembagaan baru, kita membutuhkan penjelasan yang tidak hanya berasal dari pendekatan kelembagaan lama, tapi juga mazhab-mazhab pemikiran yang muncul diantara selang waktu dimana lahirnya dua pendekatan tersebut.
Sungguh umum untuk membicarakan revolusi perilaku yang terjadi dalam rentang tahun 1950an sampai tahun 1960an sebagai tranformasi fundamental disiplin dalam ilmu politik. Pendekatan behavioral atau perilaku yang merupakan bentuk kritik terhadap pendekatan kelembagaan memiliki cirri-ciri diantaranya adalah fokus pada teori dan metodelogi (merupakan salah satu kelemahan sistem kelembagaan), anti-normatif bias, asumsi individualisme dan inputisme. Salah satu perbedaan yang paling penting pada tampilan revolusi perilaku yaitu secara eksplisit memfokuskan pada pembangunan teori, sekaligus menekankan bahwa ilmu politik adalah merupakan dari ilmu pengetahuan yang objektif. Dengan begitu, ilmu politik juga telah membangun paradigma barunya yang tidak lagi kaku, namun dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam seting yang berbeda.
Kelembagaan lama cenderung terkonsentrasi pada institusi pemerintahan formal dan konstitusi yang menghasilkan struktur. Revolusi perilaku di dalam ilmu politik cenderung berlaianan pada penekanan dan konsentrasinya melalui input dalam masyarakat ke sistem politik (Easton , 1953). Maka dalam inputisme ini, hal-hal yang benar terjadi dalam praktik politik adalah voting, aktivitas kelompok kepentingan, dan kegiatan untuk mengartikulasikan pendapat.
[1] B. Guy Peters, Institusional Theory In Political Science: The New Institusionalism, Bahan Review Kuliah Perbandingan Politik, 15 Maret 2011
keran mas,saya izin kopi ya?
oh ya bukunya ada tidak? saya berkeinganan mencari nya..
keren...mantap trimksh