Lanjut..
Dalam
studi lingkungan atau lebih dikenal dengan ekologi, seringkali tidak bisa
dipisahkan dengan sebuah persoalan besar yang melanda masyarakat pascaperang
dunia ke dua, yaitu apa yang disebut dengan limits
to growth. Persoalan ini secara tidak langsung dapat membahayakan
kelangsungan hidup, lebih khusus lagi populasi manusia itu sendiri. Pada tahun
1970an sampai dengan 1980an, mulai muncul sebuah studi baru yang setidaknya
menghubungkan antara lingkungan dengan politik sebagai sebuah alternatif
menghadapi tantangan yang dipaparkan dalam limits
to growth—kemudian disebut dengan political
ecology. Perkembangan awalnya, politik ekologi dimulai dengan mengandalkan
konsep-konsep ekonomi politik yang berasal dari kepedulian pada faktor materialis
dan strukturalis. Artinya, sebagai sebuah studi, politik ekologi tidaklah berdiri
sendiri tanpa topangan dari ilmu-ilmu lainnya seperti geografi, politik,
antropologi, biologi, hingga ekonomi itu sendiri.
Diantara
penjelasan lebih lanjut mengenai politik ekologi ini adalah studi analisa rantai
yang menghubungkan dinamika lingkungan dengan kekuatan-kekuatan sosial,
ekonomi, bahkan politik, misalnya bagaimana hubungan antara lingkungan dengan
kemiskinan, lingkunagan dengan keterbelakangan, neo-kolonialisasi, dan
marjinalisasi ekonomi dan politik. Artinya, alam tidak lagi hanya sekedar menjadi
objek penelitian, tapi sekaligus sebagai subjek yang dapat memberikan pengaruh
pada kelangsungan hidup manusia. Disamping itu, politik ekologi juga
memperhatikan bagaimana gagasan tentang kesinambungan diciptakan dan disebarkan
dalam pembangunan, atau dalam istilah saat ini dikenal dengan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
Maka, berangkat dari semangat berfikir kritis, studi politik ekologi menilai
bahwa keputusan pengelolaan sumber daya alam tidak bisa dipahami hanya dari
sudut pandang teknis yang memprioritaskan efisiensi, tapi bagaimana dampak
turunan yang diciptakan dan imbasnya pada keberlangsungan hidup manusia.
Modernisasi,
globalisasi, dan praktik ekonomi kapitalis sedikit benyak telah memberikan pengaruh
pada pembicaraan mengenai politik ekologi kontemporer. Pada awalnya tema-tema
ini dianggap sebagai ‘juru selamat’ bagi pembangunan sebuah negara dan
keterbelakangan manusia, namun belakangan disadari bahwa pada kenyataannya
justru lebih banyak merugikan manusia dan menimbulkan kerusakan alam.
Sifat-sifat eksploitatif dan akumulasi kepentingan modal telah membuat jurang
kemiskinan semakin dalam dan kesenjangan antar mereka yang punya dan tidak
punya semakin lebar. Pembangunan ekonomi global dirasa berjalan ganjil, ada
blok-blok negara yang maju namun ada juga blok-blok negara yang sebaliknya. Dengan
menyadari fenomena seperti ini, diharapkan pemahaman kita tentang politik
ekologi lebih luas—tidak hanya—seputar persoalan antara lahan dan masyarakat
seperti pada masa feodalisme, tapi juga lebih jauh lagi mengenai nasib
orang-orang yang hidupya sangat bergantung langsung pada alam dan lingkungan. Diantara
nasib orang-orang seperti itu adalah masyarakat lokal (indigineus people), meliputi juga kearifan lokalnya. Sampai di sini
kita memahami bahwa tidak heran jika dalam pembahasan politik ekologi juga terdapat
perhatian kepada persoalan antropologi dan antroposentrisme.
Sebagai
bagian akhir, rupanya dalam studi politik ekologi masih terdapat faktor yang
sering diabaikan karena terlalu terfokus pada masalah lingkungan dan politik.
Dintara faktor itu adalah mengenai kapitalisme global—dampak dan hubungannya
dengan kerusakan lingkungan—dan dimensi ideologis selain kapitalisme, seperti
marxisme dan sosialisme. Kita juga perlu
waspada pada ‘kecerdasan’ kapitalisme dalam memanfaatkan kesempatan dan melakukan
efisiensi di tengah desakan akan pembangunan yang berkelanjutan. Keberhasilan
mereka—kelompok kapitalis—membangun konsep-konsep lingkungan yang ‘ramah
lingkungan’, secara tidak sadar telah kembali menunjukan penguasaan mereka
dalam meraih akumulasi modal walupun telah terjadi perubahan cara pandang
pembangunan saat ini. Dan juga, jangan sampai kitSa terjebak dalam ‘kewajiban-kewajiban’
membuat dan melaksanakan kebijakan semata, padahal ada hal yang lebih penting
untuk diperhatikan dalam studi politik ekologi.
0 Response to "Lanjut.."
Posting Komentar