Pemikiran Politik Hijau

Pembahasan lingkungan dan politik setidaknya bukanlah hal yang benar-benar baru, namun sering kali banyak para peneliti menganggap lahirnya revolusi industri di Inggris telah mendorong terjadinya perubahan struktur masyarakat terlebih lagi perubahan lingkungan secara signifikan (pencemaran, perubahan iklim, maupun kerusakan ekosistem). Artinya ketika industri telah menjadi abad baru dalam perjalanan sejarah dunia yang membawa kemajuan dan kesejahteraan, di saat yang sama juga memiliki persoalan yang potensial. Sejak awal tahun 1990an di Inggris dan Amerika Serikat mulai muncul gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan yang mengusung tema ‘hijau’ dari skup lokal sampai ke dunia politik yang ditandai dengan kelahiran partai ‘hijau’. Sebuah partai yang jika tidak dikatakan radikal, memiliki prinsip yang kuat tentang upaya penyelamatan lingkungan dan menjadikan isu lingkungan sebagai filosofinya. Pertanyaannya, kenapa isu atau tema lingkungan ini bisa sampai pada dunia politik ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut secara sederhana sebenarnya kita akan mudah menyadari ketika kerusakan yang ada dan berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem, tidak hanya menimpa orang per-orang, tapi masyarakat banyak. Artinya masalah sosial yang menyangkut kehidupan dan kesejahteraan orang banyak ini harus lebih memiliki tempat yang tinggi dalam kehidupan bernegara maupun politik itu sendiri apalagi setelah mengetahui bahwa kerusakan lingkungan tidak lain  adalah hasil dari perbuatan dan keserakahan manusia itu sendiri.
Meski isu politik lingkungan sudah sempat dibawa ke forum-forum internasional seperti pertemuan PBB di Stockholm (1972), Rio (1992), dan Kyoto (1997), nampaknya upaya tersebut belum menyentuh akar persoalan. Negara, organisasi internasional, maupun korporasi internasional sering dirasa lebih lamban dalam bergerak mengusung isu-isu lingkungan jika dibandingakan dengan LSM dan kelompok lokal masyarakat. Maka untuk meminimalisir kegagalan fungsi yang lebih luas dari lembaga-lembaga seperti yang terakhir disebutkan sebelumnya, perlu bagi kita untuk memahami dari awal apa yang dimaksud dengan lingkungan disini. Lingkungan dalam arti luas tidak hanya didefinisikan sebagai alam tempat hidupnya makhluk hidup, namun juga merupakan serangkaian norma, aturan, adat dan sosial dari suatu masyarakat dunia. Dampak kebakaran hutan misalnya, asap yang ditimbulkan tidak hanya menjadi masalah bagi suatu negara yang mengalaminya, namun negara-negara sekitar pun ikut merasakan.
Oleh sebab itu, pembahasan tentang lingkungan di masa kontemporer seperti ini menjadi penting karena selain menyangkut kesejahteraan masyarakat banyak—yang sangat berhubungan dengan lingkungan dan kualitas hidupnya—juga dapat menjadi akar kemunculan konflik-konflik kepentingan  yang menyangkut penguasaan sumber daya tertentu. Isu terorisme dan perang di kawasan Timur Tengah misalnya, sudah menjadi rahasia umum bila kepentingan akan sumber energi dan penguasaan minyak bumi menjadi salah satu sebab buruknya suasana politik disana. Isu lingkungan ini juga penting dirasakan oleh masyarakat yang hidupnya bergantung langsung dari alam.  Sedikit saja kerusakan dan perubahan ekosistem dapat mengancam keberlangsungan hidup suatu masyarakat lokal di pedalaman hutan seperti masyarakat pulau Siberut, Indonesia.
Sampai disinilah kita perlu lebih sadar akan pemikiran dan tindakan politik ‘hijau’. Kebijakan politik yang selama ini kerap kali abai terhadap faktor-faktor lingkungan karena cenderung mementingkan keuntungan ekonomi dan kepuasan sesaat, harus sudah mulai lebih memperhatikan aspek pembuatan dan implementasi kebijakan yang berbasis pada lingkungan. Meski sering kali pembuatan keputusan tentang pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam bukanlah perkara mudah—banyak aspek yang harus dipertimbangkan—, ketika mengatakan isu tersebut sudah masuk dalam aspek politik, seharusnya hal ini menjadi keharusan bagi negara dan dunia internasional memperhatikan hal tersebut dengan lebih serius. Kesadaran untuk memasukan tema lingkungan di dalam politik sudah harus mulai digeser paradigmanya dari inisiasi-inisiasi yang berasal dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke lembaga-lembaga perwakilan di negara baik legislatif maupun eksekutif.
Namun ketika terjadi kemacetan dari fungsi lembaga-lembaga negara dalam mengusung isu-isu lingkungan, maka pada situasi inilah diharapkan lahir gerakan-gerakan sosial baru, aksi kolektif, maupun gerakan perlawanan yang berfilosofi pada lingkunagn sebagai bagian dari upaya membentuk community development. Isu-isu lingkungan yang pada awalnya menjadi fokus perhatian pemerintah pusat, perlahan beralih menjadi isu yang bersifat lokal ketika di saat yang bersamaan ia juga merupakan isu global. Dengan lahirnya konsep-konsep baru dalam pembangunan suatu negara seperi pembangunan berwawasan lingkungan, AMDAL, dan ekoefisien telah menjadi bukti bagaimana ide lingkungan (green ideas) telah berhasil dibawa ke ranah politik sebagi bentuk perjuangan panjang mengusung isu lingkungan dalam pembangunan.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Pemikiran Politik Hijau"

Posting Komentar