Politik Lingkungan: Kerjasama dan Isu Lingkungan Internasional
Kemunculan
isu lingkungan dalam skala besar atau menjadi pembicaraan global mulai
dirasakan pada tahun 1990an dan bahkan lebih awal lagi yaitu tahun 1960an
ketika lahir wacana-wacana tentang politik “hijau” atau yang identik dengan
partai “hijau”. Meski pada tahapan tersebut masih menjadi perhatian negara-negara
maju saja, nampaknya saat ini perlahan-lahan isu mengenai lingkungan mengena
juga ke negara-negera yang sedang berkembang. Sebab pada dasarnya, isu
lingkungan adalah isu yang sangat global dan menjadi ranah seluruh umat manusia
tanpa terkecuali.
Titik
tolak dan yang menjadi langkah nyata dalam pembahsan isu lingkungan setidaknya
terlihat pada saat berlangsungnya pertemuan internasional yang dilakukan oleh
PBB pada tahun 1972 di Stockholm, Rio
(Brazil) pada tahun 1992, dan Kyoto pada tahun 1997. Pada konfrensi atau
pertemuan PBB tersebut hadir perwakilan dari negara-negara maju maupun berkembang,
negara industri atau agraris, maritim maupun bukan. Mereka yang hadir
membicarakan tentang potensi lingkungan dan ancaman yang sedang terjadi terkait
permasalahan ekonomi dan ketahanan bangsa. Maka tidak mengherankan jika pada
mulanya pembahasan internasional terkait isu lingkungan masih besar porsinya pada
persoalan pencemaran lingkungan dan perubahan iklim yang tidak bisa dilepaskan
oleh urusan industri. Kerjasama antara negara-negara maju dan berkembang dalam
kaitan pencemaran lingkungan dan perubahan iklim tidaklah berjalan mulus.
Diantara mereka sampai hari ini masih menyisahkan persoalan saling menyalahkan
tentang pihak yang harus bertanggung jawab dan negara mana yang harus
mengurangi emisi CO2 lebih banyak. Lebih jauh lagi, perdagagan
karbon yang saat ini marak dibicarakan rupanya tidak lepas juga dari persoalan
politik dan kepentingan.
Terlepas
dari kerjasama dan perdebatan antara negara maju dan berkembang tentang
pencemaran lingkungan dan perubahan iklim, hal pertama yang penting bagi kita
cermati ketika membahas kerjasama internasional dalam menangani isu lingkungan
adalah siapa saja aktor yang terlibat dan bagaimana bentuk kerjasamanya.
Pertama, aktor yang berperan penting adalah negara. Negara adalah faktor terpeting
sebab hanya negaralah yang mampu melaksanakan perjanjian internasional. Kedua adalah
organisasi internasional yang meliputi organisasi supranegara seperti Uni Eropa
maupun organisasi-organisasi bentukan PBB seperti United Nation Environment
Programme (UNEP), dan Commission for
Sustainable Development (CSD). Ketiga, organisasi non-pemerintahan (NGO) yang
mulai memainkan peranan penting dalam aktivitas advokasi kemasyarakatan,
diantaranya WWF dan Greenpeace.
Hal kedua yang penting untuk dicermati adalah pentingnya
konsensi dan negosiasi dalam kerjasama internasional mengantisipasi pencemaran
lingkungan dan perubahan iklim. Proses seperti ini menjadi sangat vital karena
merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk mencapai kesepakatan
ataupun perjanjian internasional. Contohnya adalah ketika berlangsung Protokol
Kyoto tahun 1997, pada awalnya Amerika Serikat tidak mau menyetujui hasil
perjanjian yang mengharuskan negara mengurangi emisi zat CO2nya
sebanyak 7%, namun akhirnya bersedia mengurangai zat emisi tersebut pada tahun
2008-2012.
Sebagai contoh aktor dan bentuk negosiasi yang cukup
baik ketika menjelaskan kerjasama internasional dalam mengatasi isu lingkungan
adalah Uni Eropa. Organsasi kawasan ini sebagai organisasi supranasional atau
internasional rupanya tergolong unik karena sebab kekuatan untuk mengikat
negara-negara anggotanya dan menjadi salah satu faktor yang mempermudah dalam
menggalang kerjasama internasional, organisasi ini juga tergolong banyak memberikan
perhatian pada masalah-masalah internasional, misalnya saja ada tahun 1973, Uni
Eropa sudah memiliki memiliki Environmental
Action Programme (EAP). Keberhasilannya dalam menggalang Kerjasama
internasional juga tidak terlepas dari integrasi kebijakan lingkungan di Eropa
yang dibuat. Arah kebijakan lingkungannya termasuk yang sangat komprehensif,
yaitu meliputi udara, boteknologi, zat kimia, perlindungan sipil terhadap
kecelakaan, perubahan iklim, ekonomi lingkungan, perluasan negara, kesehatan, teknologi
industri, isu internasional, kegunaan lahan, keanekaragaman hayati, polusi
udara, tanah, pembangunan berkelanjutan, limbah, dan air.
Meski pada awalnya organisasi internasional ini
dibentuk atas dasar ekonomi yaitu memperkuat kerjasama ekonomi negara-negara di
kawasan Eropa, namun karena pembangunan industri dan modernisasi yang kian
cepat, lama-kelamaan menuntut pula negara-negara yang tergolong maju itu untuk
mulai memperhatikan kelangsungan kehidupan dan kualitas lingkunagn di negaranya.
Karena bagimanapun juga, penyebab kerusakan lingkaungan dan pencemarannya
tidaklah menjadi faktor tunggal satu negara saja, tapi menjadi tanggung jawab
banyak negara dan dampak yang dirasakannya pun demikian juga. Meskipun begitu,
belakangan terdapat dilema diantara negara-negara Eropa yaitu ketika akan
membahasa isu lingkungan antara ketahanan lingkungan itu sendiri dan
kepentingan-kepentingan ekonomi. Bagaimanapun juga ketika industri mulai
membagi perhatiannya pada isu lain seperti lingkungan, ongkos produksi yang
dikeluarkannya pun menjadi lebih besar dan mengurangi keuntungan yang selama
ini didapat. Terlepasa dari dilema dan persoalan yang terakhir dibahas, Norwegia
rupanya berhasil tampil sebagai salah satu negara yang memiliki minat tinggi
dan sukses dalam mengatasi isu lingkungan dengan kerjasama internasional
melalui program diantaranya perdagangan karbon.
0 Response to "Politik Lingkungan: Kerjasama dan Isu Lingkungan Internasional"
Posting Komentar