Orientalisme

Orientalisme[1]
Berawal dari pemikiran Arthur James Balfour--seorang anggota parlemen Inggris--bahwa melihat semua negara-negara oriental janganlah berbicara tentang hubungan superioritas dan inferioritas. Pemikiran atau pendapat ini terilhami dari keadaan penjajahan Inggris di Mesir pada awal abad ke 20. Inilah mungkin yang setidaknya menggambarkan tentang hubungan Timur-Barat sebagai sebuah hubungan Kolonialisme dan Impeialisme yang mulai banyak ditentang bahkan hingga saat ini.
Adalah Edward W Said (1935-2003) merupakan ilmuan yang fenomenal di abad 20 dengan teori besarnya, orientalisme, yang mencakup persoalan pro dan kontra pada tahun 1970an. Dia berpendapat bahwa ada ketimpangan ketika negara penjajah menulis tentang daerah jajahannya. Dari beberapa sumber dikatakan bahwa negeri tertindas akan mengalami ketidakadilan dan kekacauan sejarah. Inilah yang akhirnya melahirkan teori orientalisme yang di dalamnya juga terpengaruh oleh teori Gramsci tentang kuasa pengetahuan, hegemoni, dan dominasi. Dalam Oxford: Concise Dictionary of Politics (1996), Orientalisme berasal dari kata orient dan oriental sebagai penjelasan tentang Timur. Secara etimologi, berarti “matahari terbit.’ Kemudian masuk dalam kosa kata politik melalui orientalisme, yakni sebuah kajian tentang sejarah, sastra dan seni di Eropa yang dipelopori oleh Edward Said.
Orientalisme kemudian menjadi ideologi yang menjadikan Barat sebagai pusat dalam relasinya dengan Timur. Hal ini dilakukan untuk menciptakan mitosnya sendiri guna mengesahkan pendudukan negara-negara yang disebut ‘oriental’. Dalam perkembangannya, kajian tentang ketimuran ini lalu berubah menjadi kolonialisasi dan hegemonisasi. Lebih jauh, Timur yang banyak juga diidentikkan dengan Islam menempati posisinya yang cukup penting dalam kajian orientalisme. Sebab bagaimana pun juga, dunia Islam pernah mengalami masa kejayaan yang tidak sebanding dengan dunia Barat yang saat itu masih berada dalam ‘dunia kegelapan.’ Sejarah telah mencatat era kecemerlangan dunia Timur khususnya peradaban Islam, bahkan peradaban keilmuan Barat berhutang budi dengan peradaban keilmuan Islam. Karena bahan bacaan ini diberikan peluang untuk saya mencari referensinya sendiri, maka dari yang saya dapat dan baca adalah demikian seperti di atas. Mungkin masih terdapat hubungan yang tidak jelas dan terkesan tidak nyambung antar paragrafnya, hal itu semata-mata karena saya belum memahami materi tentang Oreintalisme yang menjadi bahan bacaan kuliah saat ini. Beberapa pengetahuan juga di dapat dari membaca sumber referensi sekunder.


[1] Edward W. Said, Orientalism, pada bagian The Scope Of Orientalism (1978). Bahan bacaan Kuliah Pemikiran Politik Kontemporer, 7 Maret 2011

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Orientalisme"

Posting Komentar